PEMUDA – PEMUDI INDONESIA
SAAT INI
I. Gambaran
Pemuda-Pemudi Indonesia Saat ini
Baik buruknya suatu Negara
dilihat dari kualitas pemudanya, karena generasi muda adalah penerus dan
pewaris bangsa dan Negara. Generasi muda harus mempunyai karakter
yang kuat untuk membangun bangsa dan negaranya, memiliki kepribadian tinggi,
semangat nasionalisme, berjiwa saing, mampu memahami pengetahuan dan teknologi
untuk bersaing secara global. Pemuda juga perlu memperhatikan bahwa mereka mempunyai
fungsi sebagai Agent of change, moral force and sosial kontrol sehingga fungsi
tersebut dapat berguna bagi masyarakat.
Pemuda berperan aktif sebagai
kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek
pembangunan nasional. Peran aktif pemuda sebagai kekuatan moral diwujudkan
dengan menumbuhkembangkan aspek etik dan moralitas dalam bertindak pada setiap
dimensi kehidupan kepemudaan, memperkuat iman dan takwa serta ketahanan
mental-spiritual, dan meningkatkan kesadaran hukum. Sebagai kontrol sosial
diwujudkan dengan memperkuat wawasan kebangsaan, membangkitkan kesadaran atas
tanggungjawab, hak, dan kewajiban sebagai warga negara, membangkitkan sikap
kritis terhadap lingkungan dan penegakan hukum, meningkatkan partisipasi dalam
perumusan kebijakan publik, menjamin transparansi dan akuntabilitas publik, dan
memberikan kemudahan akses informasi.
Sebagai agen perubahan
diwujudkan dengan mengembangkan pendidikan politik dan demokratisasi,
sumberdaya ekonomi, kepedulian terhadap masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi, olahraga, seni, dan budaya, kepedulian terhadap lingkungan hidup,
pendidikan kewirausahaan, serta kepemimpinan dan kepeloporan pemuda.
Peran penting pemuda telah
tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dimulai dari pergerakan
Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, proklamasi kemerdekaan tahun
1945, pergerakan pemuda, pelajar, dan mahasiswa tahun 1966, sampai dengan
pergerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang meruntuhkan kekuasaan Orde Baru
selama 32 tahun sekaligus membawa bangsa Indonesia memasuki masa reformasi.
Fakta historis ini menjadi salah satu bukti bahwa pemuda selama ini mampu
berperan aktif sebagai pionir dalam proses perjuangan, pembaruan, dan
pembangunan bangsa.
Dalam proses pembangunan bangsa,
pemuda merupakan kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan sebagai
perwujudan dari fungsi, peran, karakteristik, dan kedudukannya yang strategis
dalam pembangunan nasional. Untuk itu, tanggung jawab dan peran strategis
pemuda di segala dimensi pembangunan perlu ditingkatkan dalam kerangka hukum
nasional sesuai dengan nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berasaskan
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, kebhinekaan, demokratis,
keadilan, partisipatif, kebersamaan, kesetaraan, dan kemandirian.
Dalam sejarah pergerakan dan
perjuangan bangsa Indonesia, pemuda selalu mempunyai peran yang sangat
strategis di setiap peristiwa penting yang terjadi. Ketika memperebutkan
kemerdekaan dari penjajah belanda dan jepang kala itu, ketika menjatuhkan rezim
Soekarno (orde lama), hingga kembali menjatuhkan rezim Soeharto (orde baru),
pemuda menjadi tulang punggung bagi setiap pergerakan perubahan ketika masa
tersebut tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Pemuda akan selalu menjadi
People make history (orang yang membuat sejarah) di setiap waktunya. Pemuda
memang mempunyai posisi strategis dan istimewa. Secara kualitatif, pemuda lebih
kreatif, inovatif, memiliki idealisme yang murni dan energi besar dalam
perubahan sosial dan secara kuantitatif, sekitar 30-40 % pemuda dari total
jumlah penduduk Indonesia dalam kisaran umur 15-35 tahun dan akan lebih besar
lagi jika kisaran menjadi 15-45 tahun.
Saya melihat bahwa pemuda akan
lebih bersifat kreatif untuk melakukan pergerakan ketika kondisi atau suasana
di sekitarnya mengalami kerumitan, terdapat banyak masalah yang di hadapi yang
tidak kunjung terselesaikan. Di satu sisi, ketika suasana di sekitarnya
terlihat aman dan tentram tidak ada masalah serius yang dihadapi, pemuda akan
cenderung diam/pasif, tidak banyak berbuat, lebih apatis dan
mempertahankan kenyamanan yang dirasakan. Padahal baik dalam kondisi banyak
permasalahan ataupun kondisi tanpa masalah serius, pemuda dituntut lebih banyak
bergerak dalam membuat perubahan yang lebih baik, lebih produktif dan lebih
kreatif dalam memikirkan ide-ide perubahan untuk bangsa yang lebih baik.
Saya melihat kondisi pemuda
Indonesia saat ini, mengalami degradasi moral, terlena dengan kesenangan dan
lupa akan tanggung jawab sebagai seorang pemuda. Tataran moral, sosial dan
akademik, pemuda tidak lagi memberi contoh dan keteladanan baik kepada
masyarakat sebagai kaum terpelajar, lebih banyak yang berorientasi pada
hedonisme (berhura-hura), tidak banyak pemuda yang peka terhadap kondisi sosial
masyarakat saat ini, dalam urusan akademik pun banyak mahasiswa tidak
menyadari bahwa mereka adalah insan akademis yang dapat memberikan pengaruh
besar dalam perubahan menuju kemajuan bangsa.
Problematika Pemuda
Problematika pemuda yang
terbentang di hadapan kita sekarang sangatlah kompleks, mulai dari masalah
pengangguran, krisis eksistensi, krisis mental hingga masalah dekadensi moral.
Budaya permisif dan pragmatisme yang kian merebak membuat sebagian pemuda
terjebak dalam kehidupan serba instant, hedonis, dan terlepas dari idealisme
sehingga cenderung menjadi manusia yang anti sosial.
Adapun masalah lain yang turut
menjadi pemicu terancamnya posisi pemuda adalah lemahnya pengawasan orang tua,
keluarga, serta orang terdekat termasuk pula lemahnya pemahaman pemuda terhadap
agama, melanggar tatanan hukum yang berlaku, dan lain sebagainya mengakibatkan
pemuda banyak terjerumus dalam pusaran pergaulan yang mengantarkan pemuda pada
titik kehancuran. Fakta yang ada sekarang menjadi bukti hal tersebut, misalnya
dari beberapa hasil penelitian mengemukakan bahwa seks bebas, penyalahgunaan
narkoba, justru lebih banyak dilakukan oleh pemuda. Hal ini menjadi tugas
bersama berbagai elemen guna menyelamatkan pemuda, sekaligus menyelamatkan
bangsa dari krisis kepemudaan yang berprestasi.
Seperangkat aturan saja
tidaklah cukup untuk melindungi pemuda dari berbagai kemungkinan terburuk,
tanpa didukung oleh peran pemerintah, masyarakat, swasta, dan lain sebagainya
dalam implementasi seperangkat regulasi. Untuk itu harus dicari solusi agar
proses pengembangan potensi pemuda bukan hanya terbentuk dalam rencana semata,
melainkan direalisai melalui mekanisme yang sudah diatur sedemikian rupa. Salah
satunya adalah organisai yang memang merupakan salah satu wadah untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki pemuda, sebab organisasi merupakan sarana
paling efektif untuk menginisiasi dan melakukan perubahan tersebut.
II. Gambaran Mengenai
Pemerataan Pendidikan di Indonesia saat ini
Pendidikan merupakan suatu kegiatan
yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak
terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun manusia tidak dapat
menolak efek dari penerapan pendidikan. Pendidikan diambil dari kata dasar
didik, yang ditambah imbuhan menjadi mendidik. Mendidik berarti memlihara atau
memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Pada makalah ini, akan dikaji hal-hal
yang berhubungan dengan pendidikan formal yang diselenggarakan di Indonesia.
Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan akan menimbulkan dua macam dampak
yang saling bertentangan. Kedua dampak itu adalah dampak positif dan dampak
negatif. Dampak positif adalah segala sesuatu yang merupakan harapan dari
pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan kata lain dapat disebut sebagai ’Tujuan’.
Sedangkan dampak negatif adalah segala sesuatu yang bukan merupakan harapan
dalam pelaksanaan kegitan tersebut, sehingga dapat disebut sebagai hambatan
atau masalah yang ditimbulkan.
Jika peristiwa di atas dihubungkan
dengan pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan akan menimbulkan dampak negatif
yang disebut sebagai masalah dan hambatan yang akan dihadapi. Hal ini akan
lebih tepat bila disebut sebagai permasalahan Pendidikan. Istilah permasalahan
pendidikan diterjemahkan dari bahasa inggris yaitu “problem“. Masalah adalah
segala sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Sedangkan kata
permasalahan berarti sesuatu yang dimasalahkan atau hal yang dimasalahkan. Jadi
Permasalahan pendidikan adalah segala-sesuatu hal yang merupakan masalah dalam
pelaksanaaan kegiatan pendidikan.
A. Masalah
Umum Pendidikan di Indonesia
Permasalahan Pendidikan Indonesia
adalah segala macam bentuk masalah yang dihadapi oleh program-program
pendidikan di negara Indonesia. Seperti yang diketahui dalam TAP MPR RI No.
II/MPR/1993 dijelaskan bahwa program utama pengembangan pendidikan di Indonesia
adalah sebagai berikut.
a. Perluasan
dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
b. Peningkatan
mutu pendidikan
c. Peningkatan
relevansi pendidikan
d. Peningkatan
Efisiensi dan efektifitas pendidikan
e. Pengembangan
kebudayaan
f. Pembinaan
generasi muda
Adapun masalah
yang dipandang sangat rumit dalam dunia pendidikan adalah sebagai berikut.
a. Pemerataan
b. Mutu dan Relevansi
c. Efisiensi dan efektivitas
Setiap masalah yang dihadapi disebabkan
oleh faktor-faktor pendukungnya adapun faktor-faktor yang menyebabkan
berkembangnya 4 masalah di atas adalah sebagai berikut.
a. Ilmu Pengeahuan dan Teknologi (IPTEK)
b. Laju Pertumbuhan penduduk
c. Kelemahan guru/dosen (tenaga pengajar) dalam
menangani tugas yang dihadapinya, dan ketidakfokusan peserta didik dalam
menjalani proses pendidikan (Permasalahan Pembelajaran).
B. Pemerataan
Pendidikan dan Pengajaran di Indonesia
Permasalahan
pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil
sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat
dengan daerah. Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena
kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan,
hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah
pusat dan daerah tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan
mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat
mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Permasalahan pemerataan
pendidikan dapat ditanggulangi dengan menyediakan fasilitas dan sarana belajar
bagi setiap lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian
sarana dan prasrana pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan
setransparan mungkin, sehingga tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program
yang dijalankan ini.
Pelaksanaan
pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program pendidikan yang
dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara
Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan. Pemerataan dan perluasan
pendidikan atau biasa disebut perluasan keempatan belajar merupakan salah satu
sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap
orang mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh pendidikan. Kesempatan
memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis
kelamin, status sosial, agama, amupun letak lokasi geografis.
Dalam propernas
tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan
pendidikan pada poin pertama menyebutkan: “Mengupayakan perluasan dan
pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat
Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan
peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan
pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah untuk pemerataan kesempatan
mengikuti pendidikan bagi setiap warga negara.
Dalam kaitannya
dengan pendidikan, maka hal ini berjalan seiring dengan kegiatan pembelajaran
dalam pendidikan. Pelaksanaan kegiatan belajar adalah sesuatu yang sangat
penting dalam dunia pendidikan. Dalam kegiatan belajar formal ada dua subjek
yang berinteraksi, Yaitu pengajar/pendidik (guru/dosen) dan peserta didik (
murid/siswa, dan mahasiswa).
Pada saat sekarang
ini, kegiatan pembelajaran yang dilakukan cenderung pasif, dimana seorang
pendidik selalu menempatkan dirinya sebagai orang yang serba tahu. Hal ini akan
menimbulkan kejengahan terhadap peserta didik. Sehingga pembelajaran yang
dilakukan menjadi tidak menarik dan cenderung membosankan. Kegiatan belajar
yang terpusat seperti ini merupakan masalah yang serius dalam dunia pendidikan.
Guru yang
berpandangan kuno selalu menganggap bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan
materi, sedangakan tugas siswa/mahasiswa adalah mengerti dengan apa yang
disampaikannya. Bila peserta didik tidak mengerti, maka itu adalah urusan
mereka. Tindakan seperti ini merupakan suatu paradigma kuno yang tidak perlu
dipertahankan.
Dalam hal
penilaian, Pendidik menempatkan dirinya sebagai penguasa nilai. Pendidik bisa
saja menjatuhkan, menaikan, mengurangi dan mempermainkan nilai perolehan murni
seorang peserta didik. Pada satu kasus di pendidikan tinggi, dimana seorang
dosen dapat saja memberikan nilai yang diinginkannya kepada mahasiswa tertentu,
tanpa mengindahkan kemampuan atau skill yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut.
Proses penilaian seperti sungguh sangat tidak relevan.
Semakin
tertinggalnya pendidikan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, harusnya
membuat kita lebih termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya masalah
pendidikan yang muncul ke permukaan merupakan gambaran praktek pendidikan kita.
Sebagai siswa dan sekaligus sebagai calon pendidik, kami merasakan
ketimpangan-ketimpangan pendidikan, seperti :
1. Kurikulum
Kurikulum kita
yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang
maksimal dan masih tetap saja. Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada
prateknya kita tidak tau apa maksudnya dan yang beda hanya bukunya.
Pemerintah sendiri
seakan tutup mata, bahwa dalam prakteknya Guru di Indonesia yang layak mengajar
hanya 60% dan sisanya masih perlu pembenahan. Hal ini terjadi karena pemerintah
menginkan hasil yang baik tapi lupa dengan elemen-elemen dasar dalam
pendidikan.
2. Biaya
Akhir-akhir ini
biaya pendidikan semakin mahal, seperti mengalami kenaikan BBM. Banyak
masyarakat yang memiliki persepsi pendidikan itu mahal dan lebih parahnya
banyak pula pejabat pendidikan yang ngomong, kalau pengen pendidikan yang
berkualitas konsekuensinya harus membayar mahal. Pendidikan sekarang ini
seperti diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis pendidikan dan pemerintah
sendiri seolah membiarkan saja dan lepas tangan.
3. Tujuan pendidikan
Katanya pendidikan
itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan. Bagaiamana
tidak? Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya diukur dari ijazah yang kita
dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan
banyak pula yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat).
Bukankah ini memalukan?? Berarti kalau kita punya uang maka kita
tidak usah sekolah tapi sama dengan yang sekolah karena memiliki ijasah.
Harusnya pendidikan itu menciptakan siswa yang memiliki daya nalar yang tinggi,
memiliki analisis tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam
suatu permasalahan dapat mengambil suatu keputusan.
4. Disahkannya RUU BHP menjadi Undang- Undang
DPR RI telah
mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) menjadi
Undang-Undang. Selama tiga tahun itupula, UU yang berisi 14 bab dan 69 pasal
banyak mengalami perubahan. Namun, disahkannya UU BHP ini banyak menuai protes
dari kalangan mahasiswa yang khawatir akan terjadinya komersialisasi dan
liberalisasi terhadap dunia pendidikan.
Hal yang dikhawatirkan,
undang-undang baru ini akan membuat biaya pendidikan semakin mahal dan tidak
terakses oleh seluruh lapisan masyarakat. UU BHP juga menetapkan
perguruan tinggi negeri atau PTS wajib memberikan beasiswa sebesar 20 persen
dari seluruh jumlah mahasiswa di lembaganya. Namun, jika ternyata Perguruan
Tinggi yang terkait tidak mempunyai dana yang mencukupi, untuk memberikan
beasiswa, akhirnya dana tersebut akan dibebankan kepada mahasiswa lagi. UU BHP
ini akan menjadi kerangka besar penataan organisasi pendidikan dalam jangka
panjang. UU BHP sendiri saat ini sedang dalam proses mencari input. Jadi, untuk
memperkuat status hukum PT BHMN, ia akan diatur dalam UU BHP.
5. Kontoversi diselenggaraknnya UN
Perdebatan
mengenai Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah terjadi saat kebijakan tersebut
mulai digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003. UN atau pada awalnya bernama
Ujian Akhir Nasional (UAN) menjadi pengganti kebijakan Evaluasi Belajar Tahap
Akhir Nasional (Ebtanas). Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan (Koran Tempo, 4
Februari 2005), setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN.
Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik
mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik),
dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan,
yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu
kelulusan. Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang
menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana
dan berkala. Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang
diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada
tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun
2004/2005. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang
tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan
di sekolah ataupun di rumah.
Keempat, aspek
ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun 2005, dana
yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari
APBD dan masyarakat. Pada 2005 memang disebutkan pendanaan UN berasal dari
pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat
kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk
menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih
sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan
terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.
6. Kerusakan fasilitas sekolah
Kerusakan bangunan
sekolah tersebut berkaitan dengan usia bangunan yang sudah tua. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, sejak tahun 2000-2005 telah dilaksankan proyek
perbaikan infrastruktur sekolah oleh Bank Dunia, dengan mengucurkan dana Bank
Dunia pada Komite Sekolah.
Kerusakan bangunan
pendidikan jelas akan mempengaruhi kualitas pendidikan karena secara psikologis
seorang anak akan merasa tidak nyaman belajar pada kondisi ruangan yang hampir
roboh.
III. Saran Untuk
Pembangunan Indonesia yang Lebih Baik
Perkembangan dunia di era globalisasi ini
memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik
serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang
harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan
negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih
dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan
berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan
mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia
internasional.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar