Senin, 20 April 2015

Manusia dan Pemujaan

Nama   : Fatahillah Futuwwah Rais
Kelas   : 1TA04
NPM   : 14314016
Tugas Ilmu Budaya Dasar, 20 April 2015.

Manusia dan Pemujaan

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di bumi ini. Manusia diciptakan memiliki akal dan pikiran, manusia juga memiliki perasaan. Perasaan itu dapat meliputi ego, maupun rasa kasih sayang. Pemujaan adalah suatu sikap dimana seseorang mengagungkan dan mempercayai suatu hal dalam hidupnya. Pemujaan sendiri dapat berupa pemujaan terhadap leluhur, terhadap kepercayaan akan suatu benda yang menguntungkan, maupun terhadap budaya yang ada pada daerah masing-masing.


Adanya perasaan dan ego dalam diri manusia menyebabkan terjadinya hubungan antara manusia dan pemujaan. Contoh hubungan antara manusia dan pemujaan adalah, manusia memuja leluhur, atau manusia mempercayai bahwa leluhur yang telah meninggal masih dapat mempengaruhi kehidupan dan keberuntungan keturunannya. Secara positif, pemujaan terhadap leluhur dapat meningkatkan nilai-nilai kekeluargaan, seperti bakti dan kesetiaan kepada keluarga. Atau pemujaan antara manusia dan pohon, secara spiritual manusia mempercayai bahwa dengan memuja pohon tertentu, dia bisa mendapatkan semua hal yang diinginkannya. Pemujaan ini biasanya dipandang negatif, baik dari segi agama maupun budaya.

Senin, 13 April 2015

Nama   : Fatahillah Futuwwah Rais
Kelas   : ITA04
NPM   : 14314016

Legenda Situ Bagendit
Alkisah, pada suatu desa di daerah Jawa Barat tinggallah seorang janda muda yang kaya raya. Dia memiliki harta yang melimpah namun sifatnya sangat kikir, karena itu penduduk desa memanggilnya Bagenda Endit. Selain memiliki harta yang banyak, Bagenda Endit juga mewarisi pekerjaan almarhum suaminya sebagai seorang rentenir.
Suatu hari datang seorang pengemis dan anaknya meminta makan, namun Nyai Bagendit yang kikir malah menyiramnya dengan air. Keesokan harinya beberapa warga datang untuk meminta air dari sumur, karena hanya Bagenda Endit satu-satunya penduduk desa yang mempunyai sumur. Namun karena Bagenda Endit sangat kikir, dia tidak memberikan sedikitpun airnya. Beberapa saat kemudian datanglah seorang kakek bertongkat meminta sedikit air untuk minum, bukannya memberikan, Bagenda Endit malah memukuli kakek itu dengan tongkatnya hingga babak belur. Kakek itu merasa sakit hati dan kemudian dengan sisa tenaganya dia menancapkan tongkatnya di halaman rumah Bagenda Endit, ketika tongkat itu dicabut keluarlah pancuran air yang deras dan tidak dapat dihentikan.
Penduduk desa sibuk menyelamatkan diri dari desa tersebut, namun karena kekikirannya Bagenda Endit sibuk ingin menyelamatkan seluruh harta bendanya. Air yang terus memancar akhirnya menenggelamkan seisi desa termasuk Bagenda Endit dan seluruh harta kekayaannya. Akhirnya tempat itu dinamakan Situ Bagendit, Situ artinya Danau yang luas dan Bagendit diambil dari nama Bagenda Endit.

Nilai yang dapat diambil :
1.      Nilai Kesenangan
Dengan adanya cerita legenda dapat memberikan kesenangan tersendiri bagi para pembaca, karena mendengarkan asal-usul terbentuknya suatu tempat. Pembaca juga dapat merasakan perasaan yang dituangkan dalam ceritanya.

2.      Nilai Informasi
Dari kisah ini penggambaran dalam tulisan membuat pembaca mendapat informasi pada bagian cerita
Sungguh malang nasib kakek tua itu. Bukannya air minum yang diperoleh dari janda itu melainkan penganiayaan. Sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, kakek itu berusaha meraih tongkatnya untuk bisa bangkit kembali. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, kakek itu menancapkan tongkatnya di halaman rumah Bagende Endit. Begitu ia mencabut tongkat itu tiba-tiba air menyembur keluar dari bekas tancapan tongkat itu. Bersamaan dengan itu, kakek itu pun menghilang entah kemana”
Pembaca dapat membayangkan dan mengetahui bagaimana sifat kikir dan tamak Bagenda Endit, sampai tega menganiaya seorang kakek renta yang hanya minta air.

3.      Nilai Warisan Budaya
Dari cerita tersebut didapatkan warisan budaya berupa suatu tempat wisata yang berada di daerah Garut, Jawa Barat. Yaitu tempat wisata Situ Bagendit.

4.      Nilai Keseimbangan Wawasan
Nilai keseimbangan wawasan yang bisa kita dapatkan dari cerita ini adalah pengetahuan dari berbagai sudut pandang tentang bagaimana kita dapat membawa diri kita agar menjadi orang yang baik hati, tidak kikir, dan tidak tamak. Karena sifat kikir dan sifat buruk lainnya sendiri dapat menjerumuskan kita dalam bahaya.

Sumber Cerita :


Unsur Cinta Kasih



Nama               : Fatahillah Futuwwah Rais
Kelas               : 1TA04
NPM               : 14314016
Ilmu Budaya Dasar

3 Unsur cinta kasih menurut Sarwono.
Pengertian cinta dikemukakan juga oleh Dr. Sarlito W. Sarwono dalam majalah Sarinah dengan artikel yang berjudul Segitiga Cinta. Dikatakannya cinta ideal memiliki tiga unsur, yaitu :

  •  Keterikatan
  •  Keintiman
  •  Kemesraan

Keterikatan adalah adanya perasaan untuk hanya bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi dengan orang lain kecuali dengan dia, kalau janji dengan dia harus ditepati, atau ada uang sedikit beli oleh-oleh hanya untuk dia.

Keintiman adalah adanya kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukan bahwaantara Anda dan dia sudah tidak ada jarak lagi sehingga panggilan-panggilan formal seperti Bapak, Ibu, Saudara digantikan dengan sekedar memanggil nama atau sebutan, seperti sayang. Makan-minum dari satu piring cangkir tanpa rasa risi, pinjam meminjam baju, saling memakai uang tanpa rasa berutang, tidak saling menyimpan rahassia, dan lain-lainnya.

Kemesraan adalah adanya rasa ingin membelai atau dibelai, rasa kangen kalau jauh atau lama tidak bertemu, adanya ucapan-ucapan yang mengungkapkan rasa sayang, saling mencium, merangkul, dan sebagainya.

Kesimpulan :
Terdapat 3 hal dalam unsur cinta kasih yaitu keterikatan, keintiman, dan kemesraan. Masing-masing pribadi seseorang, baik sadar atau tidak pasti memiliki ketiga unsur tersebut dalam dirinya. Tetapi, terlihat atau tidaknya ketiga unsur tersebut dalam diri seseorang tergantung penerapan orang itu masing-masing. Ada orang yang dapat terlihat jelas memiliki ketiga unsur tersebut, tetapi ada juga beberapa orang yang terlalu tertutup sehingga orang lain sulit melihat ketiga unsur tersebut dalam dirinya.
Sumber: Widyosiswoyo, Supartono. 2005 : Ilmu Budaya Dasar. Bogor : Ghalia Indonesia

Senin, 06 April 2015

IBD yang Dihubungkan Dengan Prosa

Nama   : Fatahillah Futuwwah Rais
Kelas   : 1TA04
NPM   : 14314016

Legenda Situ Bagendit
Alkisah, pada suatu desa di daerah Jawa Barat tinggallah seorang janda muda yang kaya raya. Dia memiliki harta yang melimpah namun sifatnya sangat kikir, karena itu penduduk desa memanggilnya Bagenda Endit. Selain memiliki harta yang banyak, Bagenda Endit juga mewarisi pekerjaan almarhum suaminya sebagai seorang rentenir.
Suatu hari datang seorang pengemis dan anaknya meminta makan, namun Nyai Bagendit yang kikir malah menyiramnya dengan air. Keesokan harinya beberapa warga datang untuk meminta air dari sumur, karena hanya Bagenda Endit satu-satunya penduduk desa yang mempunyai sumur. Namun karena Bagenda Endit sangat kikir, dia tidak memberikan sedikitpun airnya. Beberapa saat kemudian datanglah seorang kakek bertongkat meminta sedikit air untuk minum, bukannya memberikan, Bagenda Endit malah memukuli kakek itu dengan tongkatnya hingga babak belur. Kakek itu merasa sakit hati dan kemudian dengan sisa tenaganya dia menancapkan tongkatnya di halaman rumah Bagenda Endit, ketika tongkat itu dicabut keluarlah pancuran air yang deras dan tidak dapat dihentikan.
Penduduk desa sibuk menyelamatkan diri dari desa tersebut, namun karena kekikirannya Bagenda Endit sibuk ingin menyelamatkan seluruh harta bendanya. Air yang terus memancar akhirnya menenggelamkan seisi desa termasuk Bagenda Endit dan seluruh harta kekayaannya. Akhirnya tempat itu dinamakan Situ Bagendit, Situ artinya Danau yang luas dan Bagendit diambil dari nama Bagenda Endit.

Nilai yang dapat diambil :
1.      Nilai Kesenangan
Dengan adanya cerita legenda dapat memberikan kesenangan tersendiri bagi para pembaca, karena mendengarkan asal-usul terbentuknya suatu tempat. Pembaca juga dapat merasakan perasaan yang dituangkan dalam ceritanya.

2.      Nilai Informasi
Dari kisah ini penggambaran dalam tulisan membuat pembaca mendapat informasi pada bagian cerita
Sungguh malang nasib kakek tua itu. Bukannya air minum yang diperoleh dari janda itu melainkan penganiayaan. Sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, kakek itu berusaha meraih tongkatnya untuk bisa bangkit kembali. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, kakek itu menancapkan tongkatnya di halaman rumah Bagende Endit. Begitu ia mencabut tongkat itu tiba-tiba air menyembur keluar dari bekas tancapan tongkat itu. Bersamaan dengan itu, kakek itu pun menghilang entah kemana”
Pembaca dapat membayangkan dan mengetahui bagaimana sifat kikir dan tamak Bagenda Endit, sampai tega menganiaya seorang kakek renta yang hanya minta air.

3.      Nilai Warisan Budaya
Dari cerita tersebut didapatkan warisan budaya berupa suatu tempat wisata yang berada di daerah Garut, Jawa Barat. Yaitu tempat wisata Situ Bagendit.

4.      Nilai Keseimbangan Wawasan
Nilai keseimbangan wawasan yang bisa kita dapatkan dari cerita ini adalah pengetahuan dari berbagai sudut pandang tentang bagaimana kita dapat membawa diri kita agar menjadi orang yang baik hati, tidak kikir, dan tidak tamak. Karena sifat kikir dan sifat buruk lainnya sendiri dapat menjerumuskan kita dalam bahaya.

Sumber Cerita :